Selasa, 18 Januari 2022

Memaknai Kehidupan Melalui Lagu “Utang Rasa” dari Sujiwo Tejo

Urip, urip mung sedela,

Mampir ngombe,

Bayar utang,

Utang rasa nang kancane..

Itu merupakan penggalan lirik lagu dari Sujiwo Tejo yang berjudul Utang Rasa. Sebenarnya apa maksud dari “Utang Rasa” yang tulis oleh Sujiwo Tejo ? Lalu apa hubungannya dengan kehidupan ? Apakah utang itu bisa dibayar ? Banyak pertanyaan yang muncul untuk memaknai utang rasa dalam kehidupan. Aku mencoba merangkumnya melalui tulisan ini, yang tentunya masih banyak kurangnya.

Pertama kali mendengar lagu ini, aku awalnya biasa saja. Hanya sebuah lagu yang bercerita tentang kehidupan seperti pada umumnya. Namun lama-lama aku mulai terngiang-ngiang dengan lirik dan nadanya. “Urip, urip mung sedela mampir ngombe”, liriknya cukup singkat, tapi penuh makna. Aku mulai tertarik untuk mendalami lagu tersebut, rasanya setiap liriknya adalah pesan kehidupan, nasihat, dan kebenaran. 

Lalu suatu waktu, aku melihat Mbah Sujiwo Tejo mengetweet tentang ucapan bela sungkawa kepada rekannya selalu menyertakan #utangrasa. Dari sini aku teringat lirik lagu tersebut, “Utang rasa nang kancane”. Sedalam itu maknanya. Lirik itu tidak hanya bercerita tentang kehidupan, bahkan setelah kematian pun akan diingat. Terkadang kita tidak merasakan rasa kehilangan itu sebelum kehilangan itu sendiri datang menyapa.

Dalam hidup ini, tentunya kita tidak bisa melewatinya sendirian. Banyak peran orang lain yang tanpa kita sadari telah membantu dalam melewati berbagai cobaan hidup. Namun apa yang telah kita berikan pada mereka ? Mungkin hanya sekadar ucapan “terima kasih” yang kita berikan atas kebaikan-kebaikan orang yang telah membantu. Aku beropini disinilah maksud dari “Utang Rasa” tersebut.

Yang aku bayar pada dokter hanya keahliannya, perasaanku ketika ia sembuhkan tak bisa kubayar, itulah utang rasa. Yang aku bayar pada tukang pecel hanyalah biaya produksi, waktu dan tenaganya. Rasaku ketika makan pecel dan berbagai sensasinya tak terbayar, itulah utang rasa. Pun demikian ketika kubeli CD music Chrisye dll.. rasa music mereka jejakkan di batinku tak terbayar. Itulah utang rasa. Sungguh hidup adalah tali-temali. Utang rasa bagi siapa pun yang perasaanya masih bekerja. Itulah cuitan Sujiwo Tejo tentang Utang Rasa.

Memang sejatinya utang rasa tidak akan pernah terbayar. Nominal berapapun rasanya tidak akan cukup untuk membayarnya. Apalagi utang rasa kepada kedua orang tua kita, yang telah memberikan segalanya untuk kita, waktunya, tenaganya, finansial dan morilnya, tidak akan pernah habis mereka curahkan kepada kita. Bahkan tanpa kita minta, mereka selalu memberinya utuh, penuh dan sungguh. Orang tua selalu berharap yang terbaik kepada buah hatinya, tidak ingin anaknya mengalami kesulitan dan kegagalan dalam hidup. Namun apakah kita mampu membalasnya ?

Ketika aku berkumpul dengan teman-teman, aku tidak bisa membalas waktu yang telah mereka luangkan untuk bertemu. Ketika aku belajar dengan guru atau dosen, aku tidak bisa membalas waktu dan ilmu yang telah mereka berikan. Dengan mantan kekasih pun, aku tidak bisa membalas semua yang telah diberikan. Bahkan dengan hewan peliharaan, seperti kucingku yang telah pergi, utang rasaku padamu begitu banyak, terima kasih telah menemani dalam suka ataupun duka.  Utang rasa ini begitu lekat dengan kehidupan. “Ra kebayar utang rasaku. Sing tak bayar among pikiran lan tenagane. Ra kebayar utang utang rasaku. Sing tak bayar mung wektu pikiran lan otote.”

Kepada siapa pun yang pernah aku temui, aku berhutang rasa padamu. Mungkin aku belum mampu memberikan cerita terbaik dalam kehidupanmu. Terima kasih telah memberi arti dalam kehidupan ini. Utang rasa ini pasti akan kuingat, kusimpan sampai nanti.. #utangrasa…

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seperti apa

Seseorang bertanya padaku, Seperti apa itu cinta ? Cinta ialah ketika kamu telah memberikan segalanya, tanpa mengharapkan balasan. K...